Just In Time merupakan suatu filosofi yang berfokus pada upaya untuk menghasilkan produk dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, pada tempat dan waktu yang tepat. Just in Time berarti bahwa, dalam suatu rangkaian proses produksi, suku cadang yang diperlukan untuk perakitan tiba pada ujung lini rakit pada waktu yang diperlukan dan hanya dalam jumlah yang diperlukan. Perusahaan yang menerapkan sistem ini pada seluruh lini produksi dapat mendekati persediaan nol. Pengembangan kemampuan produksi merupakan hal yang berkesinambungan, akumulasi dari pengembangan yang bertahap selama beberapa waktu dan menciptakan efek pada performance keseluruhan. Sistem produksi tepat waktu (Just in Time Production System) pada awalnya dikembangkan dan dipromosikan oleh Toyota Motor Corporation di Jepang, sehingga sering disebut juga sebagai sistem produksi Toyota. Tujuan dari sistem produksi Just in Time ini adalah mengurangi ongkos produksi dan meningkatkan produktivitas total industri secara keseluruhan dengan cara menghilangkan pemborosan (waste) secara terus menerus. Tujuan utama yang ingin dicapai dari sistem ini adalah:
1. Zero Defect (tidak ada barang yang rusak)
2. Zero Set-up Time (tidak ada waktu set-up)
3. Zero Lot Excesses (tidak ada kelebihan lot)
4. Zero Handling (tidak ada penanganan)
5. Zero Queues (tidak ada antrian)
6. Zero Breakdowns (tidak ada kerusakan mesin)
7. Zero Lead Time (tidak ada lead time)
adalah pengurangan biaya atau perbaikan produktivitas dengan menghilangkan berbagai pemborosan. Pengembangan yang sangat penting dalam perencanaan dan pengendalian operasional saat ini adalah JIT manufacturing yang kadang disebut sebagai”produk tanpa persedian”. JIT bukan hanya sekedar sebuah metode yang bertujuan untuk mengurangi persediaan. JIT juga memperhatikan keseluruhan system produksi sehingga komponen yang bebas dari cacat dapat disediakan untuk tingkat produksi selanjutnya tepat ketika mereka dibutuhkan – tidak terlambat dan tidak terlalu cepat.
Hal yang harus diperhatikan dalam penerapan JIT
1. Aliran Material yang lancar – Sederhanakan pola aliran material. Untuk itu dibutuhkan pengaturan total pada lini produksi. Ini juga membutuhkan akses langsung dengan dan dari bagian penerimaan dan pengiriman. Tujuannya adalah untuk mendapatkan aliran material yang tidak terputus dari bagian penerimaan dan kemudian antar tiap tingkat produksi yang saling berhubungan secara langsung, samapi pada bagian pengiriman. Apapun yang menghalangi aliran yang merupakan target yang haru diselidiki dan dieliminasi.
2. Pengurangan waktu set-up – Sesuai dengan JIT, terdapat beberapa bagian produksi diskret yang memilki waktu set-up mesin yang kadang-kadang membutuhkan waktu beberapa jam. Hal ini tidak dapat ditoleransi dalam sistem JIT. Pengurangan waktu setup yang dramatis telah dapat dicapai oleh berbagai perusahaan, kadang dari 4-7 jam menjadi 3-7 menit. Ini membuat ukuran batch dapat dikurangi menjadi jumlah yang sangta kecil, yang mengijinkan perusahaan menjadi sangat fleksibel dan responsif dalam menghadapi perubahan permintaan konsumen.
3. Pengurangan lead time vendor – Sebagai pengganti dari pengiriman yang sangat besar dari komponen-komponen yang harus dibeli setiap 2/3 bulan, dengan sistem JIT kita ingin menerima komponen tepat pada saat operasi produksi membutuhkan. Untuk itu perusahaan kadang-kadang harus membuat kontrak jangka panjang dengan vendor untuk mendapatkan kondisi seperti ini.
4. Komponen zero defect – Sistem JIT tidak dapat mentolelir komponen yang cacat, baik itu yang diproduksi maupun yang dibeli. Untuk komponen yang diproduksi, teknis kontrol statistik harus digunakan untuk menjamin bahwa semua proses sedang memproses komponen dalam toleransi setiap waktu. Untuk komponen yang dibeli, vendor diminta untuk menjamin bahwa semua produk yang mereka sediakan telah diproduksi dalam sistem produksi yang diawasi secara satistik. Perusahaan kan selalu memiliki program sertifikasi vendor untuk menjamin terlaksananya hal ini.
5. Kontrol lantai produksi yang disiplin – Dalam system pengawasan lantai produksi tradisional, penekanan diberikan pada utilitas mesin, waktu produksi yang panjang yang dapat mengurangi biaya set up dan juga pengurangan waktu pekerja. Untuk itu, order produksi dikeluarkan dengan memperhatikan faktorfaktor ini. Dalam JIT, perhitungan performansi tradisional ini sangat jauh dari keinginan untuk membentuk persediaan yang rendah dan menghilangkan halhal yang menghalangi operasi yang responsif. Hal ini membuat waktu awal pelepasan order yang tepat harus dilakukan setiap saat. Ini juga berarti, kadangkadang mesin dan operator mesin dapat saja menganggur. Banyak manajer produksi yang telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menjaga agar mesin dan tenaga kerja tetap sibuk, mendapat kesulitan membuat penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan agar berhasil menggunakan operasi JIT. Perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan filosofi JIT akan mendapatkan manfaat yang besar.
Prinsip-prinsip JIT
1. Simplification, merupakan salah satu tools just in time dalam penyederhanaan proses yang
ada.
2. Cleanliness and Organization, merupakan aturan dalam organisasi dan perusahaan
3. Visibility, membuat agar kesalahan terlihat.
4. Cycle time, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produk.
5. Agility, kekuatan dalam pembuatan produk
6. Variability Reduction, kemampuan mengurangi hal-hal yang tidak diperlukan.
7. Measurement, pengertian akan proses keseluruhan.
Menurut Monden tujuan Just In Time adalah sebagai berikut:
1. Laba Lewat Pengurangan Biaya
Sistem produksi Toyota adalah suatu metode ampuh untuk membuat produk karena sistem ini merupakan alat efektif untuk menghasilkan tujuan akhir laba. Untuk mencapai tujuan sistem produksi Toyota ini, maka dilakukan pengurangan biaya atau perbaikan produktivitas.
2. Menghilangkan Produksi Berlebihan
Pertimbangan utama bagi sistem produksi Toyota adalah pengurangan biaya dengan cara menghapuskan pemborosan.
Ada empat jenis pemborosan dalam operasi produksi:
o Sumberdaya produksi terlalu banyak
o Produksi berlebihan
o Persediaan terlalu banyak
o Investasi modal yang tak perlu
3. Pengendalian Jumlah, Jaminan Mutu, Menghormati Kemanusiaan
Pengurangan biaya merupakan tujuan yang terpenting dari sistem ini, pertama-tama harus
dipenuhi tiga sub tujuan lain yaitu :
• Pengendalian jumlah, yang memungkinkan sistem ini menyesuaikan diri dengan fluktuasi harian dan bulanan dalam permintaan baik jumlah maupun variansinya.
• Jaminan mutu yang memastikan bahwa tiap proses hanya akan memasok unit yang baik kepada proses berikutnya.
• Menghormati kemanusiaan yang harus dibudayakan karena sistem menggunakan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran biaya.
Syarat utama untuk produksi Just In Time adalah membuat semua proses, mengetahui penetapan waktu yang tepat dan jumlah yang dibutuhkan dengan cara penentuan jadual pada semua proses. Untuk dapat menerapkan strategi Just In Time, sistem informasi dalam industri harus bersifat transparan dan komprehensif, dimana beberapa model informasi yang diperlukan adalah:
1. Daftar pemasok material dalam program Just In Time
2. Laporan kualitas yang komprehensif dalam perusahaan
3. Laporan secara rutin kepada pemasok material dan departemen pembelian material dari
perusahaan.
4. Pertemuan secara periodik dengan setiap pemasok material.
Agar strategi Just In Time yang diterapkan menjadi efektif, tentu saja perlu dibuat tindakan korektif dalam program ini apabila berjalan tidak sesuai dengan harapan. Beberapa tindakan korektif dalam program Just In Time adalah:
1. Membuat daftar masalah kepada pemasok material
2. Meminta komitmen pemasok untuk menyelesaikan masalah
3. Memberikan dukungan teknik dan manajemen kepada pemasok apabila diperlukan
4. Diskualifikasi pemasok material itu apabila tidak ada respon terhadap masalah dalam waktu tertentu.
5. Melakukan inspeksi secara berkala
6. Diskualifikasi terhadap pemasok yang tidak melakukan peningkatan atau perbaikan kualitas terus-menerus.
Prinsip Dasar Just In Time
Untuk mengaplikasikan metode JIT maka ada delapan prinsip yang harus dijadikan dasar pertimbangan di dalam menentukan strategi sistem produksi, yaitu3:
1. Berproduksi sesuai dengan pesanan Jadual Produksi Induk
Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan utamanya untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsikan saja (Just in Time), untuk itu proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk menghindari terjadinya stock serta untuk menekan biaya penyimpanan (holding cost).
2. Produksi dalam jumlah kecil (Unitary Production)
Produksi dilakukan dalam jumlah lot (Lot Size) yang kecil untuk menghindari perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya dalam produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan permintaan pasar.
3. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain- lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target produksi.
4. Perbaikan aliran produk secara terus menerus.(Continous Product Flow Improvement)
Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang menimbulkan bottleneck dan semua kondisi yang tidak produktif (idle, delay, material handling, dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi.
5. Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality Perfection)
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem produksi. Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa diidentifikasikan dan dikoreksi sedini mungkin.
6. Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)
Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja tertentu.
7. Mengurangi segala bentuk ketidak pastian (Seek to Eliminate Contigencies)
Inventori yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi demand yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana tidak segera digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadualan produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan secara teliti. Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa dieliminir dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan dan formulasi model peramalannya.
8. Perhatian dalam jangka panjang.
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just in Time dalam sistem produksi di atas bukanlah suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek, melainkan harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada kemungkinan aplikasi Just in Time dalam sistem produksi justru akan menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi proses terbentuknya kurva belajar.
Lean Production
Istilah Lean Production di cetuskan oleh sebuah tim dari MIT untuk menggambarkan apa yang sebelumnya dikenal dengan nama Toyota Production System. Tim yang berbasis di MIT tersebut adalah International Motor Vehicle Program (IMVP) dimana hasil riset mereka selama 5 tahun di akhir tahun 80-an disajikan dalam sebuah buku yang berjudul The Machine That Changed The World.
Buku ini secara komprehensif menceritakan sejarah industri mobil serta perkembangan sistem produksinya dari Craft Production di awal tahun 1900-an (ketika mobil baru diproduksi satu persatu seperti barang seni), kemudian Henry Ford memperkenalkan Mass Production di tahun 1914, pertama kalinya konsep produksi mobil secara masal diperkenalkan, dimana Alfred Sloan lalu menyempurnakan sistem ini sejak 1920 di General Motors. Setelah sekian lama bertahan dengan sistem produksi yang cukup ampuh buat industri manufaktur mobil di Amerika untuk menguasai dunia, tanpa disadari oleh industri mobil Barat, Toyota telah merintis sistem yang sama sekali berbeda yang oleh tim IMVP disebut sebagai Lean Production.
Dibandingankan dengan Mass Production, Lean Production memerlukan 1/2 dari usaha manusia di pabrik, 1/2 ruang pabrik, 1/2 investasi peralatan, 1/2 waktu engineering, dan 1/2 waktu yang diperlukan untuk meluncurkan produk baru.
Hal inilah yang diakhir tahun 80-an para manajer pabrik manufaktur di Amerika tidak bisa menerima "ramalan tersebut" karena bagi orang-orang yang berkecimpung sekian lama dalam sistem Mass Production pasti akan berpikir "tidak mungkin menghasilkan produk yang lebih baik dalam waktu yang lebih cepat dan biaya lebih murah." Paradigma lama mengatakan bahwa "produk yang lebih baik pasti memerlukan waktu yang lebih lama dan biaya lebih tinggi."
Toyota dan pabrik mobil Jepang lainnya membuktikan itu salah.
Dengan studi yang mendalam pada sistem Mass Production, Toyota memikirkan sistem baru yang sama sekali memiliki paradigma yang berbeda dengan sistem produksi masal. Prinsip Lean Production meliputi "kerjasama tim, komunikasi, penggunaan sumber daya secara efisien, penghilangan Muda/Waste, dan perbaikan secara kontinyu."
Tampak gampang dalam teori, tapi sangat berat dalam realita karena sampai sekarang banyak perusahaan termasuk perusahaan-perusahaan manufaktur terkemuka masih berusaha keras menerapkan Lean Production ini.
Kalau kita pelajari dari sejarah lahirnya Lean ini, maka tampak jelas bahwa budaya Jepang yang cenderung kolektif dan sangat disiplin merupakan salah satu faktor utama dalam konsep ini. Ditambah budaya mereka yang sangat menjunjung tinggi usaha menuju perfection, maka tidak heran jika konsep ini sangat berhasil diterapkan di Jepang.
Salah satu contoh bagaimana revolusioner-nya sistem produksi Toyota adalah dengan memberikan otorisasi bagi tiap pekerja di pabrik untuk menghentikan assembly line kalau menemukan cacat dalam produk yang sedang ia tangani atau baru diterima dari orang sebelumnya. Sistem yang tentu saja sangat revolusioner dan pada awalnya pasti merupakan gangguan besar (karena tiap saat produksi terhenti) ternyata dalam jangka panjang mampu memberikan keuntungan bagi Toyota karena dengan demikian produk yang dihasilkan akan menghasilkan hampir 100% produk bebas cacat tanpa melalui proses inspeksi di akhir. Ini berbeda jauh dengan konsep barat (pada waktu itu) yang cenderung fokus pada kesinambungan produksi dan membiarkan produk jelek diteruskan kepada proses selanjutnya. Sistem produksi massal menggantungkan kualitas akhir produk pada inspeksi yang dilakukan para ahli pada step terakhir dari produksi. Yang belum mereka sadari pada saat itu adalah setiap cacat yang diteruskan kepada proses selanjutnya akan menimbulkan multiplication effect serta inspeksi di akhir memerlukan waktu yang panjang untuk menemukan kesalahan. Tak heran banyak produk yang masih cacat masih ditemukan dalam mobil-mobil yang dikeluarkan produsen Amerika dan Eropa.
Setelah hampir 15 tahun konsep Lean di sebarluaskan dimana segala usaha pengurangan Muda/Waste menjadi topik utama di dunia manufaktur: mulai dari pengurangan inventori, pengurangan transportasi, pengurangan gerakan yang berlebihan, menghilangkan waktu tunggu, penghilangan kerja ulang, dan berbagai pengurangan lainnya, konsep Lean menjadi tersebar luas bukan hanya di dunia manufaktur mobil. Dell dan Wal Mart disebut-sebut telah menjadi master di bidang Lean ini dengan menyempurnakan operasinya bertumpu pada lean supply chain. Berbagai industri di luar manufaktur dan retail juga sudah menerapkan Lean Production ini, sehingga konsep Just In Time (JIT) dan Kanban bukan lagi menjadi bahan pembicaraan di pabrik saja.
1. Zero Defect (tidak ada barang yang rusak)
2. Zero Set-up Time (tidak ada waktu set-up)
3. Zero Lot Excesses (tidak ada kelebihan lot)
4. Zero Handling (tidak ada penanganan)
5. Zero Queues (tidak ada antrian)
6. Zero Breakdowns (tidak ada kerusakan mesin)
7. Zero Lead Time (tidak ada lead time)
adalah pengurangan biaya atau perbaikan produktivitas dengan menghilangkan berbagai pemborosan. Pengembangan yang sangat penting dalam perencanaan dan pengendalian operasional saat ini adalah JIT manufacturing yang kadang disebut sebagai”produk tanpa persedian”. JIT bukan hanya sekedar sebuah metode yang bertujuan untuk mengurangi persediaan. JIT juga memperhatikan keseluruhan system produksi sehingga komponen yang bebas dari cacat dapat disediakan untuk tingkat produksi selanjutnya tepat ketika mereka dibutuhkan – tidak terlambat dan tidak terlalu cepat.
Hal yang harus diperhatikan dalam penerapan JIT
1. Aliran Material yang lancar – Sederhanakan pola aliran material. Untuk itu dibutuhkan pengaturan total pada lini produksi. Ini juga membutuhkan akses langsung dengan dan dari bagian penerimaan dan pengiriman. Tujuannya adalah untuk mendapatkan aliran material yang tidak terputus dari bagian penerimaan dan kemudian antar tiap tingkat produksi yang saling berhubungan secara langsung, samapi pada bagian pengiriman. Apapun yang menghalangi aliran yang merupakan target yang haru diselidiki dan dieliminasi.
2. Pengurangan waktu set-up – Sesuai dengan JIT, terdapat beberapa bagian produksi diskret yang memilki waktu set-up mesin yang kadang-kadang membutuhkan waktu beberapa jam. Hal ini tidak dapat ditoleransi dalam sistem JIT. Pengurangan waktu setup yang dramatis telah dapat dicapai oleh berbagai perusahaan, kadang dari 4-7 jam menjadi 3-7 menit. Ini membuat ukuran batch dapat dikurangi menjadi jumlah yang sangta kecil, yang mengijinkan perusahaan menjadi sangat fleksibel dan responsif dalam menghadapi perubahan permintaan konsumen.
3. Pengurangan lead time vendor – Sebagai pengganti dari pengiriman yang sangat besar dari komponen-komponen yang harus dibeli setiap 2/3 bulan, dengan sistem JIT kita ingin menerima komponen tepat pada saat operasi produksi membutuhkan. Untuk itu perusahaan kadang-kadang harus membuat kontrak jangka panjang dengan vendor untuk mendapatkan kondisi seperti ini.
4. Komponen zero defect – Sistem JIT tidak dapat mentolelir komponen yang cacat, baik itu yang diproduksi maupun yang dibeli. Untuk komponen yang diproduksi, teknis kontrol statistik harus digunakan untuk menjamin bahwa semua proses sedang memproses komponen dalam toleransi setiap waktu. Untuk komponen yang dibeli, vendor diminta untuk menjamin bahwa semua produk yang mereka sediakan telah diproduksi dalam sistem produksi yang diawasi secara satistik. Perusahaan kan selalu memiliki program sertifikasi vendor untuk menjamin terlaksananya hal ini.
5. Kontrol lantai produksi yang disiplin – Dalam system pengawasan lantai produksi tradisional, penekanan diberikan pada utilitas mesin, waktu produksi yang panjang yang dapat mengurangi biaya set up dan juga pengurangan waktu pekerja. Untuk itu, order produksi dikeluarkan dengan memperhatikan faktorfaktor ini. Dalam JIT, perhitungan performansi tradisional ini sangat jauh dari keinginan untuk membentuk persediaan yang rendah dan menghilangkan halhal yang menghalangi operasi yang responsif. Hal ini membuat waktu awal pelepasan order yang tepat harus dilakukan setiap saat. Ini juga berarti, kadangkadang mesin dan operator mesin dapat saja menganggur. Banyak manajer produksi yang telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menjaga agar mesin dan tenaga kerja tetap sibuk, mendapat kesulitan membuat penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan agar berhasil menggunakan operasi JIT. Perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan filosofi JIT akan mendapatkan manfaat yang besar.
Prinsip-prinsip JIT
1. Simplification, merupakan salah satu tools just in time dalam penyederhanaan proses yang
ada.
2. Cleanliness and Organization, merupakan aturan dalam organisasi dan perusahaan
3. Visibility, membuat agar kesalahan terlihat.
4. Cycle time, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produk.
5. Agility, kekuatan dalam pembuatan produk
6. Variability Reduction, kemampuan mengurangi hal-hal yang tidak diperlukan.
7. Measurement, pengertian akan proses keseluruhan.
Menurut Monden tujuan Just In Time adalah sebagai berikut:
1. Laba Lewat Pengurangan Biaya
Sistem produksi Toyota adalah suatu metode ampuh untuk membuat produk karena sistem ini merupakan alat efektif untuk menghasilkan tujuan akhir laba. Untuk mencapai tujuan sistem produksi Toyota ini, maka dilakukan pengurangan biaya atau perbaikan produktivitas.
2. Menghilangkan Produksi Berlebihan
Pertimbangan utama bagi sistem produksi Toyota adalah pengurangan biaya dengan cara menghapuskan pemborosan.
Ada empat jenis pemborosan dalam operasi produksi:
o Sumberdaya produksi terlalu banyak
o Produksi berlebihan
o Persediaan terlalu banyak
o Investasi modal yang tak perlu
3. Pengendalian Jumlah, Jaminan Mutu, Menghormati Kemanusiaan
Pengurangan biaya merupakan tujuan yang terpenting dari sistem ini, pertama-tama harus
dipenuhi tiga sub tujuan lain yaitu :
• Pengendalian jumlah, yang memungkinkan sistem ini menyesuaikan diri dengan fluktuasi harian dan bulanan dalam permintaan baik jumlah maupun variansinya.
• Jaminan mutu yang memastikan bahwa tiap proses hanya akan memasok unit yang baik kepada proses berikutnya.
• Menghormati kemanusiaan yang harus dibudayakan karena sistem menggunakan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran biaya.
Syarat utama untuk produksi Just In Time adalah membuat semua proses, mengetahui penetapan waktu yang tepat dan jumlah yang dibutuhkan dengan cara penentuan jadual pada semua proses. Untuk dapat menerapkan strategi Just In Time, sistem informasi dalam industri harus bersifat transparan dan komprehensif, dimana beberapa model informasi yang diperlukan adalah:
1. Daftar pemasok material dalam program Just In Time
2. Laporan kualitas yang komprehensif dalam perusahaan
3. Laporan secara rutin kepada pemasok material dan departemen pembelian material dari
perusahaan.
4. Pertemuan secara periodik dengan setiap pemasok material.
Agar strategi Just In Time yang diterapkan menjadi efektif, tentu saja perlu dibuat tindakan korektif dalam program ini apabila berjalan tidak sesuai dengan harapan. Beberapa tindakan korektif dalam program Just In Time adalah:
1. Membuat daftar masalah kepada pemasok material
2. Meminta komitmen pemasok untuk menyelesaikan masalah
3. Memberikan dukungan teknik dan manajemen kepada pemasok apabila diperlukan
4. Diskualifikasi pemasok material itu apabila tidak ada respon terhadap masalah dalam waktu tertentu.
5. Melakukan inspeksi secara berkala
6. Diskualifikasi terhadap pemasok yang tidak melakukan peningkatan atau perbaikan kualitas terus-menerus.
Prinsip Dasar Just In Time
Untuk mengaplikasikan metode JIT maka ada delapan prinsip yang harus dijadikan dasar pertimbangan di dalam menentukan strategi sistem produksi, yaitu3:
1. Berproduksi sesuai dengan pesanan Jadual Produksi Induk
Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan utamanya untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsikan saja (Just in Time), untuk itu proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk menghindari terjadinya stock serta untuk menekan biaya penyimpanan (holding cost).
2. Produksi dalam jumlah kecil (Unitary Production)
Produksi dilakukan dalam jumlah lot (Lot Size) yang kecil untuk menghindari perencanaan dan lead time yang kompleks seperti halnya dalam produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan permintaan pasar.
3. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan lain- lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target produksi.
4. Perbaikan aliran produk secara terus menerus.(Continous Product Flow Improvement)
Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang menimbulkan bottleneck dan semua kondisi yang tidak produktif (idle, delay, material handling, dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi.
5. Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality Perfection)
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem produksi. Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa diidentifikasikan dan dikoreksi sedini mungkin.
6. Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)
Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja tertentu.
7. Mengurangi segala bentuk ketidak pastian (Seek to Eliminate Contigencies)
Inventori yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi demand yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana tidak segera digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadualan produksi harus bisa dibuat dan dikendalikan secara teliti. Segala bentuk yang memberi kesan ketidakpastian harus bisa dieliminir dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan dan formulasi model peramalannya.
8. Perhatian dalam jangka panjang.
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just in Time dalam sistem produksi di atas bukanlah suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek, melainkan harus dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, ada kemungkinan aplikasi Just in Time dalam sistem produksi justru akan menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi proses terbentuknya kurva belajar.
Lean Production
Istilah Lean Production di cetuskan oleh sebuah tim dari MIT untuk menggambarkan apa yang sebelumnya dikenal dengan nama Toyota Production System. Tim yang berbasis di MIT tersebut adalah International Motor Vehicle Program (IMVP) dimana hasil riset mereka selama 5 tahun di akhir tahun 80-an disajikan dalam sebuah buku yang berjudul The Machine That Changed The World.
Buku ini secara komprehensif menceritakan sejarah industri mobil serta perkembangan sistem produksinya dari Craft Production di awal tahun 1900-an (ketika mobil baru diproduksi satu persatu seperti barang seni), kemudian Henry Ford memperkenalkan Mass Production di tahun 1914, pertama kalinya konsep produksi mobil secara masal diperkenalkan, dimana Alfred Sloan lalu menyempurnakan sistem ini sejak 1920 di General Motors. Setelah sekian lama bertahan dengan sistem produksi yang cukup ampuh buat industri manufaktur mobil di Amerika untuk menguasai dunia, tanpa disadari oleh industri mobil Barat, Toyota telah merintis sistem yang sama sekali berbeda yang oleh tim IMVP disebut sebagai Lean Production.
Dibandingankan dengan Mass Production, Lean Production memerlukan 1/2 dari usaha manusia di pabrik, 1/2 ruang pabrik, 1/2 investasi peralatan, 1/2 waktu engineering, dan 1/2 waktu yang diperlukan untuk meluncurkan produk baru.
Hal inilah yang diakhir tahun 80-an para manajer pabrik manufaktur di Amerika tidak bisa menerima "ramalan tersebut" karena bagi orang-orang yang berkecimpung sekian lama dalam sistem Mass Production pasti akan berpikir "tidak mungkin menghasilkan produk yang lebih baik dalam waktu yang lebih cepat dan biaya lebih murah." Paradigma lama mengatakan bahwa "produk yang lebih baik pasti memerlukan waktu yang lebih lama dan biaya lebih tinggi."
Toyota dan pabrik mobil Jepang lainnya membuktikan itu salah.
Dengan studi yang mendalam pada sistem Mass Production, Toyota memikirkan sistem baru yang sama sekali memiliki paradigma yang berbeda dengan sistem produksi masal. Prinsip Lean Production meliputi "kerjasama tim, komunikasi, penggunaan sumber daya secara efisien, penghilangan Muda/Waste, dan perbaikan secara kontinyu."
Tampak gampang dalam teori, tapi sangat berat dalam realita karena sampai sekarang banyak perusahaan termasuk perusahaan-perusahaan manufaktur terkemuka masih berusaha keras menerapkan Lean Production ini.
Kalau kita pelajari dari sejarah lahirnya Lean ini, maka tampak jelas bahwa budaya Jepang yang cenderung kolektif dan sangat disiplin merupakan salah satu faktor utama dalam konsep ini. Ditambah budaya mereka yang sangat menjunjung tinggi usaha menuju perfection, maka tidak heran jika konsep ini sangat berhasil diterapkan di Jepang.
Salah satu contoh bagaimana revolusioner-nya sistem produksi Toyota adalah dengan memberikan otorisasi bagi tiap pekerja di pabrik untuk menghentikan assembly line kalau menemukan cacat dalam produk yang sedang ia tangani atau baru diterima dari orang sebelumnya. Sistem yang tentu saja sangat revolusioner dan pada awalnya pasti merupakan gangguan besar (karena tiap saat produksi terhenti) ternyata dalam jangka panjang mampu memberikan keuntungan bagi Toyota karena dengan demikian produk yang dihasilkan akan menghasilkan hampir 100% produk bebas cacat tanpa melalui proses inspeksi di akhir. Ini berbeda jauh dengan konsep barat (pada waktu itu) yang cenderung fokus pada kesinambungan produksi dan membiarkan produk jelek diteruskan kepada proses selanjutnya. Sistem produksi massal menggantungkan kualitas akhir produk pada inspeksi yang dilakukan para ahli pada step terakhir dari produksi. Yang belum mereka sadari pada saat itu adalah setiap cacat yang diteruskan kepada proses selanjutnya akan menimbulkan multiplication effect serta inspeksi di akhir memerlukan waktu yang panjang untuk menemukan kesalahan. Tak heran banyak produk yang masih cacat masih ditemukan dalam mobil-mobil yang dikeluarkan produsen Amerika dan Eropa.
Setelah hampir 15 tahun konsep Lean di sebarluaskan dimana segala usaha pengurangan Muda/Waste menjadi topik utama di dunia manufaktur: mulai dari pengurangan inventori, pengurangan transportasi, pengurangan gerakan yang berlebihan, menghilangkan waktu tunggu, penghilangan kerja ulang, dan berbagai pengurangan lainnya, konsep Lean menjadi tersebar luas bukan hanya di dunia manufaktur mobil. Dell dan Wal Mart disebut-sebut telah menjadi master di bidang Lean ini dengan menyempurnakan operasinya bertumpu pada lean supply chain. Berbagai industri di luar manufaktur dan retail juga sudah menerapkan Lean Production ini, sehingga konsep Just In Time (JIT) dan Kanban bukan lagi menjadi bahan pembicaraan di pabrik saja.