Nama: Agus Sudarmanto
NPM: 30407055
1. Jelaskan yang dimaksud dengan dilemma moral, beri contoh dalam kejadian dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Jelaskan paham kantianisme dan berikan contohnya!
3. Paham utilitariansme banyak dianut oleh para profesional di bidang keteknikan. Jelaskan
alasannya!
Jawaban:
1) Dilemma etika itu adalah Situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat
keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya
Seorang perempuan sudah hampir meninggal dunia akibat semacam kanker. Ada suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat itu adalah semacam radium yang baru saja ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Obat itu mahal ongkos pembuatannya, tetapi si apoteker menjualnya sepuluh kali lipat ongkos pembuatannya tersebut. Ia membayar $200 untuk radium tersebut dan menjualnya $2.000 untuk satu dosis kecil obat tersebut. Suami dari perempuan yang sakit, Heinz, pergi ke setiap orang yang dia kenal untuk meminjam uang, tapi ia cuma memperoleh $1.000, setengah dari harga obat seharusnya. Ia berceritera kepada apoteker bahwa isterinya sudah sekarat dan memintanya untuk dapat menjual obat dengan lebih murah atau memperbolehkan dia melunasinya di kemudian hari. Tetapi si apoteker mengatakan: “Tidak, saya yang menemukan obat itu dan saya akan mencari uang dari obat itu.” Heinz menjadi putus asa dan membongkar apotek tersebut untuk mencuri obat demi istrinya.
2) Paham kantaisme adalah paham yang mempelajari tentang setiap pengambilan keputusan kita
harus membayangkan jika kita pada pihak yang dirugikan.
Contoh:
belum lama ini kita banyak membaca di media-media bahwa perusahaan otomotif terbesar di Jepang dan di dunia, Toyota, menarik 8,1 juta produk mobilnya di seluruh dunia. Penarikan ini dimulai pada 21 Januari dan dilakukan di Eropa, Amerika, bahkan China. (Kompas,10/02/2010). Bahkan lebih mengejutkan lagi Toyota juga menarik (recall) hampir setengah juta produk hybridnya yang prestisius itu: sedan Prius (Antara, 10/02/2010). Dalam kasus ini Jepang membayar mahal tindakannya ini karena nilai sahamnya turun 17%, sedangkan nilai produk yang ditarik sebesar 2 milyar dollar (hampir 20 triliun rupiah).
Apa yang terjadi dengan perusahaan besar dan di segani ini? Masalahnya berpangkal dari keluhan pelanggan terhadap pedal gas yang sering macet/lengket di karpet mobil dan mobil menjadi melaju sendiri tanpa dapat dikendalikan pengemudi.
Kasus ini menjadi menarik karena beberapa hal: (1). Kasus terjadi pada Toyota yang dikenal sebagai produsen mobil besar yang aman dan paling popular di dunia. (2). Kerusakan terjadi pada pedal gas yang sangat vital. (3). Nilai kerugian dari penarikan ini sangat besar baik dari sisi financial maupun pencitraan. (4). Toyota dikenal sebagai perusahaan yang manajemennya sangat baik, bahkan pengelolaan manajemennya telah diadopsi oleh perusahaan Boeing, yang dikenal sebagai The Toyota Way.
Perlindungan Terhadap Konsumen dan Kepuasan Pelanggan.
Terlepas dari sisi-sisi teknis dan kerugian financial perusahaan, Toyota cepat mempublikasikan temuan kesalahan dan keputusan penarikan untuk diperbaiki segera diambil. Langkah ini dinilai adalah langkah yang tepat untuk melindungi kepentingan konsumen. Coba bayangkan apabila Toyota menutup mata atau menutupi komplain-komplain konsumen demi menjaga citra sebagai perusahaan otomotif ternama, maka keselamatan konsumenlah yang menjadi taruhan. Akan lebih banyak lagi mobil-mobil yang tiba-tiba pedal gasnya lengket di karpet mobil dan terjadilah kecelakaan-kecelakaan yang lain. Ternyata perlu biaya yang sangat besar untuk mengakui sebuah kesalahan dan langkah itu patut dihargai karena kepentingan konsumenlah yang diutamakan. Dalam waktu dekat, mungkin akan terjadi keguncangan yang luar biasa ditubuh perusahaan, tetapi dalam jangka panjang inilah investasi. Investasi dimana posisi konsumen adalah sebuah keutamaan dan keselamatan adalah segala-galanya.
3) utilitarianisme adalah bahwa mereka menggunakan sebuah prinsip dengan jelas dan rasional. Dengan prinsip ini, pemerintah sering membangun pegangan mereka atas pembentukan kebijakan untuk mengatur masyarakat. Kekuatan lain dari teori ini adalah hasil perbuatan yang dihasilkan.
Contoh: Kesalaha procedural dalam pengeboran sumur lapindo
Penyebab Semburan ’Lumpur Lapindo’ Setidaknya disebabkan oleh 3 aspek. Pertama, adalah aspek teknis. Pada awal tragedi, Lapindo bersembunyi di balik gempa tektonik Yogyakartayang terjadi pada hari yang sama. Hal ini didukung pendapat yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur (liquefaction) adalah gempa (sudden cyclic shock) Yogya yang mengakibatkan kerusakan sedimen. Namun, hal itu dibantah oleh para ahli, bahwa gempa di Yogyakarta yang terjadi karena pergeseran Sesar Opak tidak berhubungan dengan Surabaya. Argumen liquefaction lemah karena biasanya terjadi pada lapisan dangkal, yakni pada sedimenyang ada pasir-lempung, bukan pada kedalaman 2.000-6.000 kaki.9 Lagipula, dengan merujuk gempa di California (1989) yang berkekuatan 6.9 Mw, dengan radius terjauh likuifaksi terjadi pada jarak 110 km dari episenter gempa, maka karena gempa Yogya lebih kecil yaitu 6.3 Mw seharusnya radius terjauh likuifaksi kurang dari 110 Km. Akhirnya, kesalahan prosedural yang mengemuka, seperti dugaan lubang galian belum sempat disumbat dengan cairan beton sebagai sampul.11 Hal itu diakui bahwa semburan gas Lapindo disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran.12 Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo harus sudah memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki. Ketika Lapindo mengebor lapisan bumidari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka belum memasang casing 9-5/8 inci. Akhirnya, sumur menembus satu zona bertekanan tinggi yang menyebabkan kick, yaitu masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur. Sesuai dengan prosedur standar, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakanlumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Namun, dari informasi di lapangan, BOP telah pecah sebelum terjadi semburan lumpur. Jika hal itu benar maka telah terjadi kesalahan teknis dalam pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada prosedur operasional standar.
Kedua, aspek ekonomis. Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk BP-MIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi. Saat ini Lapindo memiliki 50% participating interest di wilayah Blok Brantas,Jawa Timur. Dalam kasus semburan lumpur panas ini, Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya operasional dengan tidak memasang casing. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan casing berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo. Medco, sebagai salah satu pemegang saham wilayah Blok Brantas, dalam surat bernomor MGT-088/JKT/06, telah memperingatkan Lapindo untuk memasang casing (selubung bor) sesuai dengan standar operasional pengeboran minyak dan gas. Namun, entah mengapa Lapindo sengaja tidak memasang casing, sehingga pada saat terjadi underground blow out,lumpur yang ada di perut bumi menyembur keluar tanpa kendali.
Ketiga, aspek politis. Sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC)dari Pemerintah sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumberdaya alam. Poin inilah yang paling penting dalam kasus lumpur panas ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam berbagai kebijakannya. Alhasil, seluruh potensi tambang migas dan sumberdaya alam (SDA) “dijual” kepada swasta/individu (corporate based). Orientasi profit an sichyang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem. Di Jawa Timur saja, tercatat banyak kasus bencana yang diakibatkan lalainya para korporat penguasa tambang migas, seperti kebocoran sektor migas di kecamatan Suko, Tuban, milik Devon Canada dan Petrochina (2001); kadar hidro sulfidanyayang cukup tinggi menyebabkan 26 petani dirawat di rumah sakit. Kemudian kasus tumpahan minyak mentah (2002) karena eksplorasi Premier Oil.Yang terakhir, tepat 2 bulan setelah tragedi semburan lumpur Sidoarjo, sumur minyak Sukowati, Desa Campurejo, Kabupaten Bojonegoro terbakar. Akibatnya, ribuan warga sekitar sumur minyak Sukowati harus dievakuasi untuk menghindari ancaman gas mematikan.
NPM: 30407055
1. Jelaskan yang dimaksud dengan dilemma moral, beri contoh dalam kejadian dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Jelaskan paham kantianisme dan berikan contohnya!
3. Paham utilitariansme banyak dianut oleh para profesional di bidang keteknikan. Jelaskan
alasannya!
Jawaban:
1) Dilemma etika itu adalah Situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat
keputusan tentang perilaku seperti apa yang tepat untuk dilakukannya
Seorang perempuan sudah hampir meninggal dunia akibat semacam kanker. Ada suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat itu adalah semacam radium yang baru saja ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Obat itu mahal ongkos pembuatannya, tetapi si apoteker menjualnya sepuluh kali lipat ongkos pembuatannya tersebut. Ia membayar $200 untuk radium tersebut dan menjualnya $2.000 untuk satu dosis kecil obat tersebut. Suami dari perempuan yang sakit, Heinz, pergi ke setiap orang yang dia kenal untuk meminjam uang, tapi ia cuma memperoleh $1.000, setengah dari harga obat seharusnya. Ia berceritera kepada apoteker bahwa isterinya sudah sekarat dan memintanya untuk dapat menjual obat dengan lebih murah atau memperbolehkan dia melunasinya di kemudian hari. Tetapi si apoteker mengatakan: “Tidak, saya yang menemukan obat itu dan saya akan mencari uang dari obat itu.” Heinz menjadi putus asa dan membongkar apotek tersebut untuk mencuri obat demi istrinya.
2) Paham kantaisme adalah paham yang mempelajari tentang setiap pengambilan keputusan kita
harus membayangkan jika kita pada pihak yang dirugikan.
Contoh:
belum lama ini kita banyak membaca di media-media bahwa perusahaan otomotif terbesar di Jepang dan di dunia, Toyota, menarik 8,1 juta produk mobilnya di seluruh dunia. Penarikan ini dimulai pada 21 Januari dan dilakukan di Eropa, Amerika, bahkan China. (Kompas,10/02/2010). Bahkan lebih mengejutkan lagi Toyota juga menarik (recall) hampir setengah juta produk hybridnya yang prestisius itu: sedan Prius (Antara, 10/02/2010). Dalam kasus ini Jepang membayar mahal tindakannya ini karena nilai sahamnya turun 17%, sedangkan nilai produk yang ditarik sebesar 2 milyar dollar (hampir 20 triliun rupiah).
Apa yang terjadi dengan perusahaan besar dan di segani ini? Masalahnya berpangkal dari keluhan pelanggan terhadap pedal gas yang sering macet/lengket di karpet mobil dan mobil menjadi melaju sendiri tanpa dapat dikendalikan pengemudi.
Kasus ini menjadi menarik karena beberapa hal: (1). Kasus terjadi pada Toyota yang dikenal sebagai produsen mobil besar yang aman dan paling popular di dunia. (2). Kerusakan terjadi pada pedal gas yang sangat vital. (3). Nilai kerugian dari penarikan ini sangat besar baik dari sisi financial maupun pencitraan. (4). Toyota dikenal sebagai perusahaan yang manajemennya sangat baik, bahkan pengelolaan manajemennya telah diadopsi oleh perusahaan Boeing, yang dikenal sebagai The Toyota Way.
Perlindungan Terhadap Konsumen dan Kepuasan Pelanggan.
Terlepas dari sisi-sisi teknis dan kerugian financial perusahaan, Toyota cepat mempublikasikan temuan kesalahan dan keputusan penarikan untuk diperbaiki segera diambil. Langkah ini dinilai adalah langkah yang tepat untuk melindungi kepentingan konsumen. Coba bayangkan apabila Toyota menutup mata atau menutupi komplain-komplain konsumen demi menjaga citra sebagai perusahaan otomotif ternama, maka keselamatan konsumenlah yang menjadi taruhan. Akan lebih banyak lagi mobil-mobil yang tiba-tiba pedal gasnya lengket di karpet mobil dan terjadilah kecelakaan-kecelakaan yang lain. Ternyata perlu biaya yang sangat besar untuk mengakui sebuah kesalahan dan langkah itu patut dihargai karena kepentingan konsumenlah yang diutamakan. Dalam waktu dekat, mungkin akan terjadi keguncangan yang luar biasa ditubuh perusahaan, tetapi dalam jangka panjang inilah investasi. Investasi dimana posisi konsumen adalah sebuah keutamaan dan keselamatan adalah segala-galanya.
3) utilitarianisme adalah bahwa mereka menggunakan sebuah prinsip dengan jelas dan rasional. Dengan prinsip ini, pemerintah sering membangun pegangan mereka atas pembentukan kebijakan untuk mengatur masyarakat. Kekuatan lain dari teori ini adalah hasil perbuatan yang dihasilkan.
Contoh: Kesalaha procedural dalam pengeboran sumur lapindo
Penyebab Semburan ’Lumpur Lapindo’ Setidaknya disebabkan oleh 3 aspek. Pertama, adalah aspek teknis. Pada awal tragedi, Lapindo bersembunyi di balik gempa tektonik Yogyakartayang terjadi pada hari yang sama. Hal ini didukung pendapat yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur (liquefaction) adalah gempa (sudden cyclic shock) Yogya yang mengakibatkan kerusakan sedimen. Namun, hal itu dibantah oleh para ahli, bahwa gempa di Yogyakarta yang terjadi karena pergeseran Sesar Opak tidak berhubungan dengan Surabaya. Argumen liquefaction lemah karena biasanya terjadi pada lapisan dangkal, yakni pada sedimenyang ada pasir-lempung, bukan pada kedalaman 2.000-6.000 kaki.9 Lagipula, dengan merujuk gempa di California (1989) yang berkekuatan 6.9 Mw, dengan radius terjauh likuifaksi terjadi pada jarak 110 km dari episenter gempa, maka karena gempa Yogya lebih kecil yaitu 6.3 Mw seharusnya radius terjauh likuifaksi kurang dari 110 Km. Akhirnya, kesalahan prosedural yang mengemuka, seperti dugaan lubang galian belum sempat disumbat dengan cairan beton sebagai sampul.11 Hal itu diakui bahwa semburan gas Lapindo disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran.12 Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo harus sudah memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki. Ketika Lapindo mengebor lapisan bumidari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka belum memasang casing 9-5/8 inci. Akhirnya, sumur menembus satu zona bertekanan tinggi yang menyebabkan kick, yaitu masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur. Sesuai dengan prosedur standar, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakanlumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Namun, dari informasi di lapangan, BOP telah pecah sebelum terjadi semburan lumpur. Jika hal itu benar maka telah terjadi kesalahan teknis dalam pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada prosedur operasional standar.
Kedua, aspek ekonomis. Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk BP-MIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi. Saat ini Lapindo memiliki 50% participating interest di wilayah Blok Brantas,Jawa Timur. Dalam kasus semburan lumpur panas ini, Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya operasional dengan tidak memasang casing. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan casing berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo. Medco, sebagai salah satu pemegang saham wilayah Blok Brantas, dalam surat bernomor MGT-088/JKT/06, telah memperingatkan Lapindo untuk memasang casing (selubung bor) sesuai dengan standar operasional pengeboran minyak dan gas. Namun, entah mengapa Lapindo sengaja tidak memasang casing, sehingga pada saat terjadi underground blow out,lumpur yang ada di perut bumi menyembur keluar tanpa kendali.
Ketiga, aspek politis. Sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), Lapindo telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC)dari Pemerintah sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumberdaya alam. Poin inilah yang paling penting dalam kasus lumpur panas ini. Pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam berbagai kebijakannya. Alhasil, seluruh potensi tambang migas dan sumberdaya alam (SDA) “dijual” kepada swasta/individu (corporate based). Orientasi profit an sichyang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem. Di Jawa Timur saja, tercatat banyak kasus bencana yang diakibatkan lalainya para korporat penguasa tambang migas, seperti kebocoran sektor migas di kecamatan Suko, Tuban, milik Devon Canada dan Petrochina (2001); kadar hidro sulfidanyayang cukup tinggi menyebabkan 26 petani dirawat di rumah sakit. Kemudian kasus tumpahan minyak mentah (2002) karena eksplorasi Premier Oil.Yang terakhir, tepat 2 bulan setelah tragedi semburan lumpur Sidoarjo, sumur minyak Sukowati, Desa Campurejo, Kabupaten Bojonegoro terbakar. Akibatnya, ribuan warga sekitar sumur minyak Sukowati harus dievakuasi untuk menghindari ancaman gas mematikan.